IPMA Pasangkayu Desak PT Palma Sumber Lestari Hentikan Operasi dan Penuhi Kewajiban Lingkungan

Inspirasimedia.com, Pasangkayu, Sulbar – Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa (IPMA) Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat, Syarifuddin kembali melayangkan kritik keras terhadap PT Palma Sumber Lestari (PSL) yang berlokasi di antara Desa Kasano dan Desa Bulu Parigi, Kecamatan Baras, Kabupaten Pasangkayu.
Syarifuddin mempertanyakan komitmen perusahaan dalam mematuhi peraturan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, khususnya kewajiban mempersiapkan Land Application seluas 192 hektar sebagaimana tertuang dalam sanksi administrasi yang ditetapkan pada awal 2025.

“Pihak perusahaan harus mempersiapkan Land Application atau salah satu teknik pengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan cara mengalirkan limbah cair melalui sistem parit ke kebun. Pihak perusahaan juga harus mengganti rugi semua kerugian-kerugian para petambak dan nelayan,” kata Syarif saat dihubungi wartawan Inspirasimedia.com melalui telepon via WhatsApp, Sabtu (4/10/2025).

Pelanggaran Berulang Sejak 2022
Syarifuddin menjelaskan bahwa persoalan pencemaran limbah PT PSL sudah berlangsung sejak 2022. Pada 1 November 2022, telah dibuat kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat Desa Kasano yang dirugikan, yang dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasangkayu, pemerintah desa, dan masyarakat terdampak.
“Di dalam kesepakatan itu ketika perusahaan belum siap standar operasionalnya maka diwajibkan untuk berhenti dulu dan ketika tidak mengganti rugi maka wajib untuk diproses sesuai daripada prosedur hukum. Itu disepakati pada saat itu 2022,” ujarnya.

Namun hingga kini, perusahaan dinilai belum memenuhi kewajiban tersebut. “Sampai sekarang kita berikan mereka waktu untuk mempersiapkan land application berdasarkan aturan provinsi 192 hektar, itu belum siap sampai sekarang. Kami yakin secara fakta lapangan atau data yang kami telusuri, data yang mereka terima secara meja itu tidak sesuai dari pihak lapangan,” tegasnya.

Syarifuddin menyebutkan bahwa fakta di lapangan hanya tersedia sekitar 20 hektar land application, jauh dari kewajiban 192 hektar yang dipersyaratkan.

Temuan DPRD dan Dugaan Manipulasi Data
Ketua IPMA Pasangkayu ini juga mengungkapkan temuan dari DPRD Provinsi Sulawesi Barat Komisi II setelah mempertemukan semua pihak terkait, termasuk Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Mereka akui bahwa ini izinnya belum secara administrasi maksimal. Data fiktif dan mereka memanipulasi data izin tersebut,” ungkap Syarifuddin.

Ia juga mengkritisi perubahan data yang inkonsisten. “Data yang diterima oleh Provinsi Sulawesi Barat yang berubah-ubah, yang kemarinnya 192 hektar itu sudah ada, ternyata turun lagi menjadi 95 hektar, sudah 95 hektar turun lagi menjadi 30 hektar. Itu kan sebenarnya membodohi masyarakat,” katanya.
Penahanan Truk dan Alasan Masyarakat
Beberapa hari sebelumnya, masyarakat yang tergabung dalam aliansi bersama mahasiswa melakukan aksi penghentian operasional perusahaan dengan menahan truk pengangkut buah kelapa sawit.

Syarifuddin menjelaskan alasan di balik tindakan tersebut. “Ketika itu terus beroperasi, maka dengan sendirinya produksi dan lain-lain, limbahnya pasti akan keluar. Limbah itu adalah taiknya perusahaan, kotorannya perusahaan. Mereka mau tampung di mana kalau misalkan beribu-ribu ton hampir setiap hari dan proses produksi itu mengeluarkan sekian liter kubik air yang digunakan dan dibuang ke tempat penampungan mereka yang tidak siap sesuai daripada standar operasional prosedural berdasarkan aturan, maka wajar kami tahan sebagai masyarakat di area sekitar,” jelasnya.
Sanksi Administrasi yang Diabaikan
PT Palma Sumber Lestari telah menerima sanksi administrasi berupa teguran tertulis dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat pada 15 Februari 2025. Sanksi tersebut memuat 10 poin perintah perbaikan, termasuk kewajiban memenuhi land application 192 hektar dalam waktu 2 x 365 hari kalender dan pembatasan kapasitas produksi.

“Sanksi administrasinya sudah teguran dari beberapa tahun yang lalu sampai sekarang itu enggak ada terus dipersiapkan,” kata Syarifuddin.
Ia menilai pemberian waktu 2 tahun untuk mempersiapkan land application sebagai bentuk pembiaran. “Di dalam pembahasan itu, aturan itu seharusnya mereka dari tahun 2025 kemarin, sekitar 4 bulan yang lalu mereka tetapkan itu. Dia bilang bahwa harus 360 hari masa kerjanya dikali 2, berarti 2 tahun. Padahal berdasarkan analisis mengenai dampak lingkungan, itu enggak bisa, itu harus dipersiapkan secara dasar memang, secara matang memang untuk mengantisipasi kejadian ketika mereka beroperasi,” ujarnya.
Dugaan Pembiaran Pemerintah
Syarifuddin mencurigai adanya pembiaran dari pemerintah provinsi, khususnya Dinas Lingkungan Hidup. “Kami menganggap bahwa memang dasarnya adalah Dinas Lingkungan Hidup yang memberikan ruang besar terhadap pihak perusahaan. Ini ada proses pembiaran dari pihak pemerintah provinsi, dalam hal ini DLH provinsi,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa meskipun ada beberapa perbaikan yang dilakukan perusahaan, namun tidak dilaporkan secara transparan kepada masyarakat. “Setelah diberikan datanya, fakta lapangan dicek-cek ternyata belum. Bahkan limbahnya masih mencair,” katanya.
Lebih lanjut, Syarifuddin mengungkapkan bahwa perusahaan sempat membuat kesepakatan untuk tidak mengalirkan limbah setelah aksi masyarakat, namun komitmen itu tidak ditepati. “Kesepakatan itu bahwa mereka berjanji akan tidak mengalir tapi ternyata masih mengaliri limbah itu terhadap saluran air ke masyarakat,” ungkapnya.

Tuntutan Tegas: Pidana dan Ganti Rugi
Terkait langkah selanjutnya, Syarifuddin menyampaikan sikap tegas. “Kalau perusahaan ini butuh dipidanakan ya dipidanakan. Dan juga sebelum dipidanakan dia harus mengganti rugi dulu berdasarkan aturan. Kalau mengganti rugi, kalau misalkan memang dia betul-betul ingin mensejahterakan rakyat, kami tidak pernah mengatakan untuk menutup perusahaan,” katanya.

Namun ia menambahkan, “Tapi kalau satu alasan bahwa memang perusahaan ini tidak wajar untuk didirikan, bukan hanya untuk membendung korporat itu sendiri bukan membendung rakyat sebagaimana berdasarkan aturan, maka wajar untuk ditutup dan dipidanakan saja.”
Syarifuddin menyampaikan kritik ini selaku Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Pasangkayu yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemuda dan Mahasiswa Peduli Lingkungan Provinsi Sulawesi Barat.
Masyarakat Kritik Sikap DLH Sulbar
Sebelumnya, masyarakat melayangkan kritik keras terhadap sikap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Barat. Dalam pertemuan antara warga, pihak PT Palma Sumber Lestari, serta aparat kepolisian, DLH dinilai lebih cenderung membela perusahaan ketimbang berpihak pada masyarakat yang terdampak.

Fakta di lapangan menunjukkan limbah pabrik kelapa sawit PSL masih terus mengalir ke sungai hingga Selasa (1/10/2025). Kondisi tersebut jelas melanggar aturan lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan warga.
“Kami menantang DLH agar turun bersama masyarakat ke lokasi. Jangan hanya jadi pembela perusahaan. Fakta limbah masih mengalir, itu bukti nyata pelanggaran yang tidak bisa ditutupi,” tegas salah seorang perwakilan warga yang dirilis Sulbarta.com.
Masyarakat berharap Presiden RI Prabowo Subianto, Gubernur, dan Wakil Gubernur Sulbar turut memperhatikan kasus ini. Mereka menuntut ketegasan pemerintah daerah dalam menindak tegas pelaku pencemaran lingkungan.
Rekomendasi DPRD Provinsi Sulbar
Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat pada Jumat, 19 September 2025, Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Barat menetapkan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat melalui Dinas Perkebunan dan DLH untuk berkoordinasi dengan Pemkab Pasangkayu dalam rangka pembinaan, pengawasan pelaksanaan regulasi, serta perlindungan masyarakat.
Rekomendasi tersebut mencakup tindak lanjut atas kesepakatan bersama tertanggal 1 November 2022 yang memuat empat poin, yaitu:
- Penutupan sementara operasional perusahaan sampai terdapat pemenuhan atas seluruh kewajiban perusahaan
- Pembukaan kembali kegiatan operasional hanya dapat dilakukan setelah perusahaan memenuhi seluruh aspek teknis dan administratif
- Pemberian kompensasi kepada masyarakat
- Kesediaan DLHK Kabupaten Pasangkayu dan PT Palma untuk menerima konsekuensi hukum apabila terjadi pelanggaran berulang
Pada 8 Mei 2025, DPRD Provinsi Sulbar kembali menggelar RDP yang menghasilkan kesepakatan bahwa DLH akan menerbitkan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada PT PSL, termasuk perbaikan IPAL dalam waktu 30 hari kerja dan penghentian sementara pembuangan limbah sampai standar pemenuhan land application 192 hektar terpenuhi.
PT PSL Enggan Berkomentar
Wartawan Inspirasimedia.com melakukan upaya mengkonfirmasi pihak PT Palma Sumber Lestari. Namun upaya itu menemui jalan buntu karena pihak perusahaan enggan berkomentar.
Perwakilan PT PSL, Benni, mengatakan bahwa pihaknya tak memberikan komentar. “Maaf pak, mungkin bisa langsung datang saja pak. Saya juga tidak berani memberikan nomor beliau pak,” ujarnya ketika wartawan mencoba meminta nomor kontak Manager atas nama Sugianto.
Setelah wartawan mencoba menghubungi Sugianto, ia mengarahkan wartawan untuk menghubungi Humas PT PSL. “Tabe pak, hubungin pak humas saya aja nya pak,” katanya pada Sabtu (4/10/2025) melalui via WhatsApp.
Pimpinan OPH PT PSL, Joko, juga belum memberikan komentar hingga berita ini diturunkan. (Tim Redaksi)
Tinggalkan Balasan