DPRD Kutai Timur Mendesak Pengawasan Harga Acuan Sawit

Loading

SANGATTA—Naik turunnya harga sawit menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Sawit merupakan salah satu komoditas andalan, sekaligus penopang perekonomian yang vital di Kutim. 

Salah satu pihak yang menyoroti fluktuasi harga sawit adalah anggota DPRD, Muhammad Ali. Ia menuturkan bahwa ketidakstabilan harga sawit masih menjadi perhatian utama yang langsung berdampak pada kesejahteraan petani. 

“Masalah di kebun itu sampai sekarang ini masih masalah harga, harga sawit ini kan masih turun naik ini,” ujar Ali. Menanggapi kondisi harga yang terus berfluktuasi, DPRD melalui Komisi B menunjukkan perhatian serius terhadap tata niaga komoditas ini.

DPRD telah mempertanyakan persoalan ini secara langsung kepada Dinas Perkebunan (Disbun). Kekhawatiran utama muncul karena adanya keterlibatan pihak ketiga dalam rantai pembelian sawit dari petani. Menurut Ali, mekanisme ini terjadi karena perusahaan perkebunan meminta bantuan pihak ketiga untuk melakukan pembelian. “Karena ada pihak ketiga, karena pihak perusahaan itu minta bantu dengan pihak ketiga itu untuk pembelian sawit,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ali memaparkan bahwa ketika pembelian sawit sudah dikelola oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut juga berkeinginan untuk mengambil keuntungan dari proses ini. “Nah jadi begitu sudah pembelian sawit di kelola oleh pihak ketiga, pihak ketiga juga harus mendapatkan keuntungan juga,” tambahnya.

Mekanisme tersebut diduga memengaruhi harga yang diterima petani di tingkat lapangan. Ali memberikan ilustrasi bahwa jika pihak ketiga tersebut mengambil keuntungan, harga yang diterima petani akan berbeda dari harga acuan resmi yang ditetapkan Dinas Perkebunan. 

“Kalau saya yang mencari dan menjual ke perusahaan kan, berarti saya juga harus mencari untung juga berarti kan harga ini yang sama ambil ke masyarakat kan tidak sama dengan harga yang sudah ditetapkan oleh Dinas Perkebunan,” tambah Ali. 

Adanya skema ini berpotensi membuat harga yang diterima petani di lapangan tidak sesuai dengan harga acuan yang telah ditetapkan oleh Disbun. Situasi ini memerlukan pengawasan lebih ketat untuk memastikan keseimbangan dan keadilan bagi seluruh pihak, terutama para petani kelapa sawit, sehingga upaya mereka dapat terbayar dengan harga yang stabil dan adil. (ADV)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini