DP3A Kutim Wajibkan Konseling Sebelum Dispensasi Nikah Dikeluarkan

Loading

inspirasimedia.com,SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) memperketat prosedur dispensasi nikah bagi anak di bawah umur. Setiap permohonan dispensasi kini diwajibkan melalui tahapan konseling bersama tenaga pendamping dari Puspaga dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Kabid Pemenuhan Hak Anak DP3A Kutim, Rita Winarni, menyebut langkah ini sebagai bentuk pencegahan langsung terhadap meningkatnya pernikahan anak di Kutim.

“Kami tidak bisa langsung mengizinkan, harus ada proses konseling bagi calon pengantin dan orang tua,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan ini dilakukan berdasarkan tingginya angka pernikahan dini di daerah tersebut. Dalam tiga tahun terakhir, Kutai Timur mencatat ratusan kasus dispensasi nikah yang melibatkan anak-anak berusia di bawah 18 tahun.

Rita menuturkan, banyak kasus pernikahan dini terjadi karena kurangnya pemahaman keluarga tentang dampak sosial dan psikologis.

“Konseling ini menjadi sarana edukasi agar mereka tahu risikonya,” katanya.

Selama sesi konseling, petugas akan menggali alasan pengajuan dispensasi sekaligus memberikan pendampingan psikologis. Tujuannya agar anak-anak yang bersangkutan tidak terpaksa menikah karena tekanan ekonomi atau sosial.

“Biasanya kami temukan faktor ekonomi dan kehamilan di luar nikah. Tapi tetap, keputusan akhir harus didasari pemahaman yang matang,” ujar Rita.

DP3A juga menggandeng Pengadilan Agama untuk memastikan proses ini berjalan sesuai aturan hukum. Setiap laporan hasil konseling akan menjadi pertimbangan sebelum pengajuan dispensasi dikabulkan.

Selain itu, pihaknya menyiapkan tenaga konselor berpengalaman untuk memberikan pendampingan yang bersifat netral dan edukatif.

“Anak-anak harus merasa didengar. Kami ingin mereka menyadari bahwa masa depan masih panjang dan banyak jalan selain menikah dini,” tambahnya.

Rita menegaskan bahwa DP3A berkomitmen menjadikan upaya pencegahan ini sebagai program berkelanjutan, bukan hanya kegiatan sesaat.

“Kami ingin budaya konsultasi menjadi bagian dari penyelesaian masalah sosial di masyarakat,” katanya.

Ia berharap semua pihak, terutama orang tua, lebih terbuka dalam berdialog sebelum mengambil keputusan yang menyangkut masa depan anak.

“Kalau semua mau duduk bersama, saya yakin angka pernikahan dini di Kutim bisa turun signifikan,” pungkas Rita.(Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini